"Peristiwa itu sungguh memprihatinkan. Oleh karenanya, saya mendesak audit perizinan klinik pengobatan dan balai pengobatan di Jakarta dan kota-kota besar lain," katanya kepada pers di Jakarta, Senin.

Menurut Okky, peristiwa meninggalnya pasien di Klinik Chiropractic bukan kali pertama. Menjamurnya klinik dan tempat kesehatan di kota besar khususnya di ibu kota Jakarta merupakan konsekuensi logis dari pertumbuhan kota dan masyarakat.
Karena itu, beberapa hal perlu digarisbawahi. Pertama, meminta Dinas Kesehatan dan pemangku kepentingan untuk segera melakukan audit secara menyeluruh terhadap klinik dan pusat kesehatan.
"Memastikan izin praktik menjadi utama untuk mengetahui profil klinik dan pusat kesehatan demi kenyamanan dan keselamatan pasien," katanya.
Kedua, meminta Dinas Kesehatan untuk melakukan audit internal terkait dengan kelalaian dalam pengawasan terhadap klinik dan pusat kesehatan yang tidak memiliki izin. Sangat disayangkan, klinik yang tidak memiliki izin namun secara demonstratif berpraktik di pusat keramaian. "Makanya, Dinas Kesehatan harus melakukan audit di internal atas kelalaian ini," katanya.
Ketiga, meminta pemerintah untuk betul-betul memberikan proteksi terhadap masyarakat khususnya atas ketersediaan klinik dan balai pengobatan yang benar-benar aman, nyaman dan sesuai prosedur peruntukan.
Keempat, meminta aparat penegak hukum untuk proaktif dalam menyelesaikan kasus-kasus yang terkait dengan kesehatan masyarakat seperti praktik malapraktik yang masih dijumpai di tengah masyarakat.
Allya Siska Nadya (33) diduga menjadi korban malapraktik oleh Klinik Chiropratic First, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dia meninggal pada Agustus tahun lalu, setelah menjalani terapi di sana sekitar tiga kali.
Almarhumah Allya Siska Nadya pertama kali datang ke klinik Chiropractic First cabang Mal Pondok Indah 1, Jakarta Selatan, pada 5 Agustus 2015 untuk berkonsultasi dan perawatan. Dari foto X-ray yang diberikan almarhumah, dipastikan bahwa ada cacat bawaan tulang leher karena vertebra yang tidak terbentuk sempurna saat lahir.
Akibatnya, menurut penjelasan manajemen klinik itu, tulang leher yang bersangkutan mengalami pembengkokan ke depan. Dari riwayat medis, Allya menderita tekanan darah tinggi dan pernah terkena demam berdarah. Namun dalam kunjungannya, almarhumah mengeluhkan sakit leher berat yang kronis, sakit pinggang, pundak yang sangat kaku dan telinga berdenging.
Dalam kunjungan pertamanya ke cabang, Allya diperiksa oleh Randall Cafferty, chiropractor dengan lisensi dari Amerika Serikat. Cafferty melakukan manipulasi tulang belakang standar kepada almarhumah yang membuatnya merasa lebih enak dan kembali lagi pada hari berikutnya, yaitu 6 Agustus 2015, untuk perawatan kedua pada siang hari dan almarhumah tidak menyampaikan keluhan apa-apa setelah menjalani perawatan.
Karena harus segera berangkat ke Paris, almarhumah meminta perawatan ketiga malam harinya pada hari yang sama. Saat meninggalkan cabang, Allya tidak mengeluhkan sakit atau gejala apa pun, dan meninggalkan klinik dengan berjalan kaki seperti biasa didampingi pihak keluarga.
Pada 6 Agustus 2015 tengah malam, almarhumah merasakan nyeri yang hebat dan masuk rumah sakit sampai meninggal pada 7 Agustus 2015.
Chiropractic First melalui chiropractor menyatakan bersedia melakukan perawatan bagi pelanggan yang mengalami cacat bawaan tulang leher secara kasus per kasus berdasarkan penilaian chiropractor bersangkutan.
Dengan perawatan yang tepat dan menghindari bagian yang mengalami kelainan, belum pernah ada pelanggan yang mengeluhkan masalah setelah perawatan dari chiropractor. Karena itu, kematian sangat disayangkan dan penyebab kematian secara pasti baru dapat diketahui setelah pelaksanaan otopsi.
Terkait keberadaan Randal Cafferty, chiropractor yang menangani almarhumah Alya semasa yang bersangkutan menjalani perawatan, perusahaan telah menjalin kerja sama dengan pihak berwajib untuk melakukan investigasi sejak November 2015.
Chiropractic First sampai saat ini masih berusaha mencari Randall Cafferty dan akan meyakinkan Randall untuk kembali ke Indonesia agar dapat membantu pihak kepolisian dalam investigasinya dalam rangka proses penegakan hukum.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan akan melakukan evaluasi terhadap izin klinik-klinik kesehatan yang ada di seluruh wilayah Ibu Kota.
"Rencananya, evaluasi izin praktek seluruh klinik kesehatan di Jakarta itu akan kami lakukan bekerja sama dengan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Koesmedi Priharto di Jakarta, Senin.
Menurut dia, evaluasi tesebut sengaja dilakukan bersama Badan PTSP DKI mengingat seluruh urusan izin praktek klinik kesehatan, pengobatan hingga rumah sakit telah diserahkan kepada badan tersebut.
"Dulu, Dinas Kesehatan memiliki sebanyak 63 izin. Akan tetapi, sekarang semuanya sudah kami serahkan ke PTSP. Makanya, kami mau duduk bareng dulu dengan Badan PTSP DKI," ujar Koesmedi.
Dia menuturkan evaluasi tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membenahi keberadaan izin klinik-klinik kesehatan yang ada di Jakarta.
"Evaluasi yang kami lakukan terhadap izin seluruh klinik kesehatan yang ada di Jakarta ini kami lakukan supaya tidak terjadi tindakan malpraktek atau terdapat tenaga medis ilegal di klinik-klinik kesehatan," tutur Koesmedi.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan apabila ditemukan adanya malpraktek, izin praktek ilegal dan ada dokter asing praktek secara ilegal, maka pihaknya akan langsung menutup operasional klinik tersebut.
"Kalau memang izin-izinnya lengkap, tidak apa-apa. Kami memang ingin semua pengelola klinik dan rumah sakit patuh pada aturan. Tapi kalau ternyata tidak ada izin, kami akan segera menutupnya, seperti yang sudah diinstruksikan oleh Pak Gubernur (Basuki Tjahaja Purnama)," ungkap Koesmedi.
0 comments :
Posting Komentar